Citarum Arithmetic
Suatu
hari saya teringat kejadian dulu ketika saya masih SMA dan hampir tiap
hari rutin main sama kucing kesayangan saya, O’o namanya. Ketika sore,
kami akan main –awalnya- kejar-kejaran yang akhirnya jadi run championship.
Kami berdua selalu sehat di sore hari jadi perlombaan ini akan terus
berlangsung selama kami bisa bertemu di sore hari. O’o mengikuti saya
kemana pun, termasuk sampe kamar mandi (dia nunggu di depan pintu tapi).
Nah pas saya naik tangga sambil berlari kecil, O’o mengikuti juga
dengan berlari kecil. Terlintas pikiran pingin saya kerjain ni kucing
nakal, akhirnya saya turun tangga dengan kecepatan tinggi, super tinggi.
O’o pun ga mau kalah! Dia berlari cepet, secepet motor metik di jalanan
flat,
cepeeeet banget. Tapi saya masih juara karena kadang dia berhenti
tiba-tiba seolah teringat pada sesuatu yang terlupakan lalu kembali
berlari. Tanpa pikir lagi saya mulai lari-lari ke belakang, ke depan,
masuk kamar mama, naik kasur turun kasur, ke halaman, masuk lagi, lalu
tiba-tiba berhenti di depan tv. Begitupun O’o. Dia mengejar saya tapi
larinya kali ini lebih cepet. Pake ngepot-ngepot segala malah. Meskipun
sempet kepeleset di halaman depan tapi tetep dia bisa ngejar. Saya
ngos-ngosan dan istirahat sebentar. Si kucing ganteng itu hanya duduk
biasa di samping saya seolah menunggu dan berkata “ayo lari lagi
doong!”. Saya memberikan ikan pindang satu biji tanpa nasi sebagai
hadiah kala itu, sebagai tanda terima kasih juga karena berkat dia saya
bisa membakar kalori.
Saya pun tersenyum di tengah ngantuk mengenang kisah luar biasa itu. Kucing rumahan yang hanya bisa pergi maksimal 5 meter dari rumah dan ketika saya menetap di Yogyakarta untuk kuliah, dia ga punya temen dan akhirnya di rumah kerjaannya cuma makan, mandi, tidur. Tapi bukan O’o yang pingin saya ceritain disini, melainkan rasa kompetisi yang ternyata seekor kucing peliharaan pun punya itu.
”Oh begini toh rasanya lomba.”

Bulan Juli lalu saya mengikuti lomba arung jeram bertajuk “Citarum Open 2010”
di Cianjur, Jawa Barat, dengan tim putri dari Mendut Rafting, sebuah
tim yang baru buat saya. Kami mendaftar untuk kelas putri dengan pesaing
lainnya dari Mapala UI, Madawirna, Kapinis, sama apa lagi gitu saya
lupa. Untuk kelas yang cowok-cowok terbagi jadi beberapa kelas, saya ga
hapal. Pesertanya ada 45 tim dan mayoritas berasal dari Jawa Barat,
sebut aja ada Kapinis, Indonesia Power, Up Stream, Mahacita UPI, UKM PA
Gerhana, dan lain sebagainya. Ada juga tim TNI/Polri yang ikut, kaya
Delta SAT II Pelopor, Brimob Jabar, sama Walet. Tapi tim yang paling
banyak terdaftar adalah tim pelajar/mahasiswa, ada sekitar 23 tim yang
daftar ke kelas itu. Walaupun di bagi di kelas-kelas ordo seperti itu,
perlombaan ga dibagi per kelas. Jadi semua sesuai nomer urut. Maka dari
itu persaingan putri lawan putra pun ga bisa di hindari.
Perlombaan pertama sprint. Tim yang masuk rangking 16 besar catatan waktu tercepat berhak ikut lomba head to head,
sisanya berhak menjadi penonton. Sayang sekali tim saya mendapat urutan
ke 19, jadinya cuman jadi observer di pinggir sungai. Tapi yang bikin
sebel, tim putri berhasil masuk ke rangking 17 yang bikin mereka secara
otomatis –tanpa perlu bertanding- memenangkan juara satu lomba head to head kelas
putri. Sayang sekali untuk kelas putri yang jumlah pesertanya memang
sedikit, yang dicari hanya juara satu. Arus liar menduduki posisi
pertama untuk kategori lomba ini.

Not so big Citarum at 8 around
Setiap malam akan ada briefing dari panitia untuk lomba di esok harinya. Dan besok adalah lomba down river race. Manajer kami, Mas Dhangku, mem-briefing kami malam itu dan saya menjadi gugup luar biasa, luar biasa gugup, gugup biasa luar, ah terserah kau menyebutnya apa!
Gugup.
Ah gimana ngegambarinnya ya.
Saya
jadi diam. Muka tegang kaya mau terjun payung, padahal saya belum
pernah terjun payung. Kaya ujian? Saya tenang pas ujian. Kaya pas saya
kehilangan dompet, nah, itu! Kaya pas kehilangn dompet (tapi akhirnya
ketemu).
Saya
meng-SMS dua orang teman, menyatakan bahwa saya sedang gundah setengah
mati. Lalu Mas Anta menelepon. Memberikan kata-kata terbaiknya.
Memberikan support yang
luar biasa. Ah saya sampe nangis pas ngadu kalo saya gugup! Selesai Mas
Anta nelpon, saya masih gugup. Malam itu saya juga SMS-an sama Bebek,
dia seorang yang sangat ahli dalam memberi semangat soal beginian.
Masih. Masih gugup! Gimana niiiiihh!?
Besok
DRR. Dan pasti kita akan adu cepat sama tim putra yang lain. Kalo ga
bisa nyalip gimana? Kalo kepepet gimana? Kalo ditabrak gimana? Kalo
nyemplung gimana? Kalo mau pipis gimana? AAA! Semua yang jelek-jelek
keluar malam itu. Kami akan melawan lelaki-lelaki bertubuh kekar dan
tenaga yang kaya kuli.
“Ma, telpon Utin dong sekarang.”
Setelah
semenit ngirim SMS, Mama nelpon. Saya bercerita semua yang saya
rasakan. Lalu Mama mengeluarkan lelucon anehnya yang ga mutu, namun
membuat saya lebih baik saat itu. Banyolan khas si pantat besar itu
emang ga ada duanya. Lalu mama nyuruh solat, berdoa, ngobrol sama yang
lain, dan tidur. Akhirnya saya memilih alternatif terakhir: tidur. Mama
mengirim SMS yang isinya doa supaya diberi ketenangan. Saya membacanya
sebelum tidur. Membacakannya juga untuk teman-teman saya yang udah
terlelap duluan.

Justify to right: Cancut, Evie, Greya, Lelly, Justin, Lukvi, Ariel.
Setiap
kloter DRR ada 4 tim, dan tim putri saya akan balapan sama 3 tim putra
dari Arkadia, Bahari, sama Krakatau (kalo ga salah inget ya). Tegang!
Sangat! Terharu banget banyak juga penonton yang mendukung kami saat
itu. Apa lagi tim putra Mendut Rafting sama FAJY. Mereka luar biasa.
Sumpah!
Aba-aba di mulai.
“Dayung di atas air. Bersiap semuanya. Tiga. Dua. Satu. GO!”
Saya yang ber-partner
sama Ariel di depan berusaha mengarahkan perahu supaya ga
ndempet-ndempet yang lain, lalu Greya sama Lukvi di tengah menyuplai
tenaga dan semangat, dan Evie sama Lelly sebagai skipper mengkapteni
kami. Menempati posisi ke dua setelah Arkadia dan meninggalkan dua tim
lain di belakang. Ini adalah saat yang sangat dramatis –menurut saya.
Kami mendayung sekuat tenaga tanpa henti. Entah dateng darimana tenaga
sebanyak itu, rasanya hanya semangat satu-satunya alasan yang bisa
menjelaskan. Di jeram masih enak banget dayungnya, tapi karakter sungai
Citarum ternyata menyebalkan juga. Jeram cuma ada sekitar 4 kilo, tapi flat-nyaaaaaaa ada kali 6 kilo dan bener-bener datar, tanpa riak tanpa arus. Ampun ampun!
Dua
kali kami berhasil nyalip Arkadia, tapi tetep abis itu disalip lagi.
Semua awak perahu jadi bawel, cerewet, kecuali Greya. Dia terlihat
kelelahan teramat sangat. Ini yang dramatis. Secapek apapun kami,
menyemangati temen sendiri ga boleh berenti.
“Kalahin Mapala UI. Masa mau kalah lagi!?”
“Ah ini Arkadia cemeeeen! Kita wanita kuat!”
“Makanya jangan udad udud wae!”
“Ayoooo conelllooooooo!”
“Justin, are you oke?”
“Greyaaaa, ayo paksaaa.”
“Iki flat-e sialan tenan, cah!
“Ayooo dayung sampe begoooo!”
Dan
sebagainya. Saya merasa terharu dan bersemangat secara bersamaan. Tim
ini luar biasa. Hal lain yang paling menarik dari perlombaan selain
kompetisi adalah kerjasama tim. Saya ga tau kalo ternyata tim in begitu
hebat. Menjadi urutan kedua terus sampe finish
memberi kepuasan berarti buat kami. Luar biasa. Ini adalah pencapaian
yang luar biasa, buat kami, dan buat saya. Bersalaman dengan tim yang
lain dan mereka mengakui kami. Wow. Saya capek. Saya lapaaaaaar!
“Aaaaaaaahhh!”
Teriak
apa lagi nih? Wah. Ternyata kami kalah lagi sama Mapala UI. Beda tujuh
detik berarti juga ternyata. Ah sial sial. Batal deh dapet mandi air
panas. Udah dayung kalah mahal, baju kalah ngejreng, ini juga kalah!
Grrrrrr.
Malam itu pun saya kembali gugup. Gimana nggak, saya besok jadi skipper sama Ariel dalam lomba slalom. Saya belom banyak pengalaman sebagai skipper,
saya panikan, ah aduh. Bebek nelpon untuk ngasih tips en trik slalom.
Tetep aja saya jadi pusing ujung-ujungnya. Keceriaan tim saya pun jadi
obat termanjur malam itu. Setelah briefing saya langsung tidur. Dan anehnya, saya mimpi lagi slalom! Aaaah apa ini apa ini! Mamaaaaah!
Lagi-lagi pagi begitu cerah. Memulai hari dengan jogging dan jalan-jalan sama yang lain bikin kepanikan saya musnah. Saya mulai optimis. Lalu kami scouting mem-plot
jalur dan menggambarnya di jurnal saya. Berbincang ini itu, menanyakan
pendapat orang-orang, memelototi jalur rancangan, memperhitungkan air
yang saat itu lagi pelan, semuanya masuk dalam otak. Yap. Ariel
semangat, Evie semangat, Lelly semangat, Lukvi semangat, Cancut juga
(dia menggantikan Greya). Dengan begitu Justin juga harus semangat. Kami
pun mulai.

Before facing the gates, start-nya slalom.
Oh no! Airnya naik, arusnya jadi lebih cepet. Krrrrr. Saya jadi puyeng. Ini Citarum minta di ketekin apa ya. Banyak gate yang gagal, berhasil cuma 2 apa ya. Ada dua gate
yang gagal gara-gara kepala saya di luar. Bodoh super ini mah.
Perhitungan di awal gagal semua. Namun semestinya kita semua tau kalo
arung jeram memang penuh ketidakpastian. Ini lah buktinya.
Yang ini dramatis juga nih.
Saya
sempat disalahkan. Beberapa nangis. Saya memang merasa bersalah, ini
pengarungan yang sangat buruk. Tapi kalo pun sedih saya ga mau nangis.
Untuk apa? Nangis ga akan mengubah hasilnya. Dan saya meyakini paham
kalo arung jeram itu full
main tim, bukan sendiri-sendiri. Maka inilah hasil kita, bukan hasil
saya atau Ariel. Beruntung saya punya tim yang kuat, meskipun ada juga
yang lemah dan menangisi penuh emosi. Kekalahan yang bodoh memang, tapi
ini jelas memberi banyak pelajaran mengenai slalom, mengenai bagaimana
memprediksikan segala sesuatunya dengan matang, dan mengatur emosi.
Beberapa dari kami pun akhirnya kembali ke bangku penonton menyaksikan
yang lain. Terima kasih teman-teman. Kita hebat. For sure. Ayo besok pas latihan slalom lebih serius lagi, lebih berusaha lagi, lebih rajin lagi, practice absolutely makes perfect.
Karena
kepepet waktu kami pulang setelah lomba slalom itu selesai. Saya hanya
sempet pamitan ke beberapa orang, namun ga semua yang saya kenal. Oh
luar biasa saya kenalan sama banyak orang hebat. Saya jadi tau
sungai-sungai baru dan membangun link
yang baru. Lalu merasakan dinamika yang sungguh berbeda dengan yang
biasa saya dapatkan. Kalo saya rangkum, mereka (tim putra putri Mendut
Rafting dan FAJY) adala orang-orang yang full-time-supporter , kinda weird, but totally full-time-comedian.
Saya mengagumi mereka. Kagum! Mem-videokan kami pas mau turun DRR,
menepuk pundak meyakinkan kami sudah berusaha sekuat tenaga ketika
tertunduk kecewa setelah slalom, selalu mem-portaging perahu
kami, semangat yang tiada henti tercurah padahal mereka juga sedang
berkompetisi, mereka juga bersaing sama kami. Kenapa mereka bisa kaya
gitu?
Pulang
ke Yogyakarta dengan kereta ekonomi. Lalu mendengar kabar dari manajer
Dhangku via SMS kalo tim putri saya dapet juara umum II kategori putri.
Lah? Bukannya yang dicari juara satu aja? Mungkin karena kita paling
keliatan bersaing kali ya. Hahaha. Juara satunya tim Mapala UI. Selamat.
Lain kali kami bales. Hehehe. Seneng juga dapet juara. Ini kejuaran
arung jeram pertama yang saya ikuti, dan akan selalu membekas di hati.
Tim putri dapet penghargaan per-tim dan per-orang, juga dapet uang tunai
500.000 rupiah. Sekarang kami lagi nabung seminggu 20.000 buat bekal
pergi liburan bareng ke Cicatih awal Oktober mendatang :)

No comments
Post a Comment
Habis baca terbitlah senyum. Komen dong!